Oleh: Gede Agus Andika Sani
Menjadi
seorang guru bukan hanya sekadar profesi.Semboyan itu mengisyaratkan bahwa Orientasasi
menjadi seorang guru bukanlah materi semata. Hal itu mungkin lebih tepat disebut
sebagai pengabdian. Dalam buku Indonesia Mengajar telah diungkapkan “beberapa”
kisah pengabdian guru-guru muda Indonesia yang ditugaskan di pelosok negeri.
Masih sangat banyak kisah lain yang belum terangkat ke media masa. Mereka
ditempatkan dengan keadaan yang serba terbatas dan kekurangan. Jika ditelaah dengan
logika sederhana, sangatlah tidak masuk akal jika mereka bertahan dalam keadaan
tersebut. Kemungkinan terbesar adalah adanya sesuatu yang sangat besar yang
dapat mengalahkan segala keterbatasan, kekurangan dan kesulitan yang mereka
hadapi. Sesuatu tersebut adalah perasaan rela mengabdi kepada negeri yang
berasal dari dalam hati nurani atau, yang lebih akrab kita sebut pengabdian.
Pengabdian
tidak dapat diukur dengan apapun. Perasaan ini sangat abstrak dan sulit
dijelaskan. Perasaan ini bahkan melanggar peraturan akal sehat manusia. Akan
tetapi, satu hal yang pasti adalah bahwa perasaan ini ada dan nyata.Tidaklah
mudah untuk menumbuhkan keiklasan untuk mengabdi. Perasaan ini merupakan timbal
balik dari kesadaran dan refleksi diri. Guru-guru yang orientasinya mengabdi
adalah guru yang sesungguhnya. Guru yang benar-benar berprofesi sebagai
pendidik yang memiliki empat syarat kompetensi guru.
Syarat seorang guru
Guru
berkualitas bukan hanya dilihat dari ijazah ataupun gelar yang dimiliki. Ijazah
dan gelar belum menjamin kualitas guru. Jauh dari kedua hal itu, terdapat empat
syarat kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang guru.Kompetensi pedagogik,
sosial, kepribadian dan profesionalisme merupakan kompetensi utama untuk
menjadi guru berkualitas.
Kata kompetensi pedagogik mungkin
terdengar masih sangat asing di telinga kita. Sebagai generasi yang menghargai
guru, seharusnya kita mengerti dan memahami makna kata itu. Kompetensi
pedagogik adalah syarat utama seorang guru. Menurut KBBI pedagogis dapat
diartikan sebagai sesuatu yang mendidik. Jadi kompetensi ini menuntut seorang
guru untuk dapat mendidik. Mendidik dapat berarti membimbing, mensupport dan
menuntun siswa untuk memahami sesuatu disiplin ilmu dengan batasan pemberian
tanggung jawab kepada siswa untuk mau mencari ilmu pengetahuan secara mandiri. Jadi,
makna mendidik itu jauh lebih luas daripada mengajar.
Dalam mendidik, guru harus bisa
mengarahkan anak didik menuju kondisi yang lebih baik. Mendidik bias juga
diartikan memanusiakan manusia. Artinya, mengembangkan potensi positif peserta
didik dan menekan potensi negatifnya. Dengan kemampuan mendidik, guru bisa
menciptakan peserta didik yang berkarakter sesuai dengan ideologi Pancasila.
Kompetensi kedua adalah kompetensi sosial.
Dalam hal ini sosial lebih cenderung kepada cara seorang guru berhubungan
dengan sesama. Hubungan guru tidak terbatas dengan siswa saja. Hubungan guru
ini terdiri dari hubungan ke atas, bawah dan samping. Secara keseluruhan, hubungan
itu membentuk tanda tambah. Hubungan ke atas dapat diartikan sebagai hubungan
baik dengan atasan yang dalam hal ini berarti kepala sekolah dan
departemen-departemen pendidikan yang berada “di atas” guru, termasuk Pancasila
dan UUD 1945. Hubungan ke samping berarti hubungan dengan sesama guru dan yang
sederajat. Sedangkan hubungan terakhir adalah hubungan ke bawah yang berarti
hubungan dengan siswa.
Dibalik semuanya, hubungan inilah
yang sebenarnya paling diperlukan. Guru yang mampu menjalin hubungan sosial
bagus dengan siswa akan dapat mengenal permasalah siswa sehingga mampu menjadi
fasilitator terhadap siswa yang bermasalah. Dengan menjalankan hubungan ke atas
maka tidak akan ada gap antara guru dan
atasan. Hal ini menagkibatkan lancarnya koordinasi dan program-program sekolah
berjalan dengan baik.
Kepribadian merupakan kompetensi
ketiga dari guru. kompetensi ini penting karena seorang guru harus menjadi role model bagi siswanya. Guru harus menjadi
contoh bagus bagi siswa dalam rangka membentuk karakter peserta didik. Ketika guru memiliki
kepribadian yang baik, maka siswa kemungkinan besar akan menirunya. Sebaliknya,
ketika guru sering menunjukkan perilaku menyimpang, siswa akan mengikuti perilaku
itu. Mengajarkan siswa curang dalam UN, misalnya, secara tidak langsung akan
menjarkan anak berbohong. Seperti pribahasa mengatakan “guru kencing berdiri,
murid kencing berlari”.
Profesianalisme merupakan kompetensi
yang tidak kalah penting harus dikuasai seorang guru. Profesionalisme itu
berkaitan dengan dengan disiplin Ilmu yang akan diajarkan oleh guru. Mata
pelajaran yang diajarkan oleh guru haruslah sesuai dengan ilmu yang didapat
oleh guru tersebut ketika di Universitas. Ketika seorang guru dengan disilpin
ilmu Matematika mengajar bahasa inggirs maka pelajaran yang disampaikan
sangatlah tidak maksimal. Bagaimana cara guru tersebut mengajari siswanya untuk
membuat tulisan dalam bahasa Inggris, padahal dia sendiri kurang menguasai tata
bahasa Inggris?
Apresiasi terhadap Guru
Begitu
beratnya syarat menjadi seorang guru berkualitas yang harus memenuhi empat
kompetensi secara utuh. Apalagi, guru yang berstatus sebagai guru honorer atau guru abdi. Di satu
sisi, mereka harus mampu memenuhi empat kompetensi itu. Di sisi lain, mereka
juga harus berjuang memenuhi kebutuhan ekonominya. Aristoteles pernah
mengatakan bahwa semua manusia adalah zoon
politicon atau makhluk sosial. Di sisi lain, manusia juga merupakan makhluk
Individu yang memiliki masalah dan keperluan pribadi.
Banyak
guru telah menunjukkan dedikasinya sebagai seorang tenaga pendidik. Wujud
apresiasi tidak cukup hanya dengan memberikan pujian kepada guru. Dukungan terhadap
guru harus diberikan secara utuh, baik moral maupun materi.Guru yang memberikan
pengabdian super besar seharusnya mendapat hasil yang setimpal pula.
Pemberian
hasil ini merupakan tugas dari pemerintah. Pemerintah harus benar-benar
memperhatikan kesejahteraan guru dari berbagai sisi, terutama finansial.
Pembagian gaji harus benar-benar merata sesuai dengan etos kerja, Tentu saja
tanpa membedakan honorer dan PNS terlalu jauh. Dengan itu, guru akan
berlomba-lomba untuk menunjukan kualitasnya masing-masing. Dari hal ini ketika
pemerintah memberikan sesuatu yang baik kepada guru, guru akan melakukan timbal
balik yang setimpal yaitu dengan menunjukan peningkatan kualitas mendidik dan
dedikasi tinggi terhadap kemajuan kualitas pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar